METODE LATIHAN TEATER: SEBUAH STUDI TERAPAN
METODE LATIHAN TEATER:
SEBUAH STUDI TERAPAN
ARTI DRAMA
1. Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang
berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya.
2. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak
3. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama
Dalam bahasa Belanda, drama adalah toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara
VII dibuat istilah Sandiwara.
ARTI TEATER
1. Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium.
2. Dalam arti luas : Teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang
banyak
3. Dalam arti sempit : Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia
yang diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku
didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian,
tarian, dsb.
AKTING YANG BAIK
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang baik ialah dialog yang :
1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Gerak yang balk ialah gerak yang :
1. terlihat (blocking baik)
2. jelas (tidak ragu ragu, meyakinkan)
3. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan :
– Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh
– Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap
dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi
kata kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih.
– Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa
yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan
berani bukan ber ani.
– Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat
menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah
• Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang
satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat
melihat pemain yang ditutupi.
Pemain lebih baik
terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar
belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut :
Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain
mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
• Bagian kanan lebih berat daripada kiri
• Bagian depan lebih berat daripada belakang
• Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah
• Yang lebar lebih berat daripada yang sempit
• Yang terang lebih berat daripada yang gelap
• Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk
mewarnai sesuai adegan yang berlangsung
1. Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang
dilakukan jangan setengah setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu
ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting
2. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak
menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang
yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb.
3. Menghayati berarti gerak gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai
tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
Selanjutnya akan dibahas secara rinci tentang dasar latihan teater.
BAB I
MEDITASI dan KONSENTRASI
MEDITASI
Secara umum meditasi artinya adalah menenangkan pikiran. Dalam teater dapat
diartikan sebagai suatu usaha untuk menenangkan dan mengosongkan pikiran dengan
tujuan untuk memperoleh kestabilan diri.
Tujuan Meditasi :
1. Mengosongkan pikiran.
Kita mencoba mengosongkan pikiran kita, dengan jalan membuang segala sesuatu
yang ada dalam pikiran kita, tentang berbagai masalah baik itu masalah
keluarga, sekolah, pribadi dan sebagainya. Kita singkirkan semua itu dari otak
kita agar pikiran kita bebas dari segala beban dan ikatan.
2. Meditasi sebagai
jembatan.
Disini alam latihan kita sebut sebagai alam “semu”, karena segala sesuatu yang
kita kerjakan dalam latihan adalah semu, tidak pernah kita kerjakan dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi setiap gerak kita akan berbeda dengan kelakuan kita
sehari-hari. Untuk itulah kita memerlukan suatu jembatan yang akan membawa kita
dari alam kehidupan kita sehari-hari ke alam latihan.
Cara meditasi :
1. Posisi tubuh tidak terikat, dalam arti tidak dipaksakan. Tetapi yang biasa
dilakukan adalah dengan duduk bersila, badan usahakan tegak. Cara ini
dimaksudkan untuk memberi bidang/ruangan pada rongga tubuh sebelah dalam.
2. Atur pernapasan dengan baik, hirup udara pelan-pelan dan keluarkan juga
dengan perlahan. Rasakan seluruh gerak peredaran udara yang masuk dan keluar
dalam tubuh kita.
3. Kosongkan pikiran kita, kemudian rasakan suasana yang ada disekeliling kita
dengan segala perasaan. Kita akan merasakan suasana yang hening, tenang, bisu,
diam tak bergerak. Kita menyuruh syaraf kita untuk lelap, kemudian kita siap
untuk berkonsentrasi.
Catatan :
Pada suatu saat mungkin kita kehilangan rangsangan untuk berlatih, seolah-olah
timbul kelesuan dalam setiap gerak dan ucapan. Hal ini sering terjadi akibat
diri terlalu lelah atau terlalu banyak pikiran. Jika hal ini tidak diatasi dan
kita paksakan untuk berlatih, maka akan sia-sia belaka. Cara untuk mengatasi
adalah dengan MEDITASI. Meditasi juga perlu dilakukan bila kita akan bermain di
panggung, agar kita dapat mengkonsentrasikan diri kita dengan peran yang hendak
kita bawakan.
KONSENTRASI
Konsentrasi secara umum berarti “pemusatan”. Dalam teater kita mengartikannya
dengan pemusatan pikiran terhadap alam latihan atau peran-peran yang akan kita
bawakan agar kita tidak terganggu dengan pikiran-pikiran lain, sehingga kita
dapat menjiwai segala sesuatu yang kita kerjakan.
Cara konsentrasi :
1. Kita harus melakukan dahulu meditasi. Kita kosongkan dulu pikiran kita,
dengan cara-cara yang sudah ditentukan. Kita kerjakan sesempurna mungkin agar
pikiran kita benar-benar kosong dan siap berkonsentrasi.
2. Setelah pikiran kita kosong, mulailah memasuki otak kita dengan satu unsur
pikiran. Rasakan bahwa saat ini sedang latihan, kita memasuki alam semu yang
tidak kita dapati dalam kehidupan sehari-hari. Jangan memikirkan yang lain,
selain bahwa kita saat ini sedang latihan teater.
Catatan :
Pada saat kita akan membawakan suatu peran, misalnya sebagai ayah, nenek, gadis
pemalu dan sebagainya, baik itu dalam latihan atau pementasan, konsentrasikan
pikiran kita pada hal tersebut. Jangan sekali-kali memikirkan yang lain.
BAB II
VOKAL dan PERNAPASAN
PERNAPASAN
Seorang artis panggung, baik itu dramawan ataupun penyanyi, maka untuk
memperoleh suara yang baik ia memerlukan pernapasan yang baik pula. Oleh karena
itu ia harus melatih pernapasan/alat-alat pernapasannya serta mempergunakannya
secara tepat agar dapat diperoleh hasil yang maksimum, baik dalam latihan
ataupun dalam pementasan.
Ada empat macam pernapasan yang biasa dipergunakan :
Ø Pernapasan dada
Pada pernapasan dada kita menyerap udara kemudian kita masukkan ke rongga dada
sehingga dada kita membusung.
Di kalangan orang orang teater pernapasan dada biasanya tidak dipergunakan
karena disamping daya tampung atau kapasitas dada untuk Udara sangat sedikit,
juga dapat mengganggu gerak/acting kita, karena bahu menjadi kaku.
Ø Pernapasan perut
Dinamakan pernapasan perut jika udara yang kita hisap kita masukkan ke dalam
perut sehingga perut kita menggelembung,
Pernapasan perut dipergunakan oleh sebagian dramawan, karena tidak banyak
mengganggu gerak dan daya tampungnya lebih banyak dibandingkan dada.
Ø Pernapasan lengkap
Pada pernapasan lengkap kita mempergunakan dada dan perut untuk menyimpan
udara, sehingga udara yang kita serap sangat banyak (maksimum).
Pernapasan lengkap dipergunakan oleh sebagian artis panggung yang biasanya
tidak terlalu mengutamakan acting, tetapi mengutamakan vokal.
Ø Pernapasan diafragma
Pernapasan diafragma ialah jika pada waktu kita mengambil udara, maka diafragma
kita mengembang. Hat ini dapat kita rasakan dengan mengembangnya perut,
pinggang, bahkan bagian belakang tubuh di sebelah atas pinggul kita juga turut
mengembang.
Menurut perkembangan akhir akhir ini, banyak orang orang teater yang
mempergunakan pernapasan diafragma, karena tidak banyak mengganggu gerak dan
daya tampungnya lebih banyak dibandingkan dengan pernapasan perut.
Latihan latihan pernapasan :
1. Pertama kita menyerap udara sebanyak mungkin. Kemudian masukkan ke dalam
dada, kemudian turunkan ke perut, sampai di situ napas kita tahan. Dalam
keadaan demikian tubuh kita gerakkan turun sampai batas maksimurn bawah.
Setelah sampai di bawah, lalu naik lagi ke posisi semula, barulah napas kita
keluarkan kembali.
2. Cara kedua adalah menarik napas dan mengeluarkannya kembali dengan cepat.
3. Cara berikutnya adalah menarik napas dalam dalam, kemudian keluarkan lewat
mulut dengan mendesis, menggumam, ataupun cara cara lain. Di sini kita sudah
mulai menyinggung vokal.
Catatan : Bila sudah menentukan pernapasan apa yang akan kita pakai, maka
janganlah beralih ke bentuk pernapasan yang lain.
VOKAL
Untuk menjadi seorang pemain drama yang baik, maka dia harus mernpunyai dasar
vokal yang baik pula. “Baik” di sini diartikan sebagai :
a. Dapat terdengar (dalam jangkauan penonton, sampai penonton, yang paling
belakang).
b. Jelas (artikulasi/pengucapan yang tepat),
c. Tersampaikan misi (pesan) dari dialog yang diucapkan.
d. Tidak monoton.
Untuk mempunyai vokal yang baik ini, maka perlu dilakukan latihan latihan
vokal. Banyak cara, yang dilakukan untuk melatih vokal, antara lain :
a. Tariklah napas, lantas keluarkan lewat mulut sambil menghentakan suara
“wah…” dengan energi suara. Lakukan ini berulang kali.
b. Tariklah napas, lantas keluarkan lewat mulut sambil menggumam “mmm…mmm…”
(suara keluar lewat hidung).
c. Sama dengan latihan kedua, hanya keluarkan dengan suara mendesis,”ssss…….”
d. Hirup udara banyak banyak, kemudian keluarkan vokal “aaaaa…….” sampai batas
napas yang terakhir. Nada suara jangan berubah.
e. Sama dengan latihan di atas, hanya nada (tinggi rendah suara) diubah-ubah
naik turun (dalam satu tarikan napas)
f. Keluarkan vokal “a…..a……” secara terputus-putus.
g. Keluarkan suara vokal “a i u e o”, “ai ao au ae “, “oa oi oe ou”, “iao iau
iae aie aio aiu oui oua uei uia ……” dan sebagainya.
h. Berteriaklah sekuat kuatnya sampai ke tingkat histeris.
i. Bersuara, berbicara, berteriak sambil berialan, jongkok, bergulung gulung,
berlari, berputar putar dan berbagai variasi lainnnya.
Catatan :
Apabila suara kita menjadi serak karena latihan latihan tadi, janganlah takut.
Hal ini biasa terjadi apabila kita baru pertama kali melakukan. Sebabnya adalah
karena lendir lendir di tenggorokan terkikis, bila kita bersuara keras. Tetapi
bila kita sudah terbiasa, tenggorokan kita sudah agak longgar dan selaput suara
(larink) sudah menjadi elastis. Maka suara yang serak tersebut akam menghilang
dengan sendirinya. Dan ingat, janganlah terlalu memaksa alat alat suara untuk
bersuara keras, sebab apabila dipaksakan akan dapat merusak alat alat suara
kita. Berlatihlah dalam batas-batas yang wajar.
Latihan ini biasanya dilakukan di alam terbuka. misalnya di gunung, di tepi
sungai, di dekat air terjun dan sebagainya. Di sana kita mencoba mengalahkan
suara suara di sekitar kita, disamping untuk menghayati karunia Tuhan.
ARTIKULASI
Yang dimaksud dengan artikulasi pada teater adalah pengucapan kata melalui
mulut agar terdengar dengan baik dan benar serta jelas, sehingga telinga
pendengar/penonton dapat mengerti pada kata kata yang diucapkan.
Pada pengertian artikulasi ini dapat ditemukan beberapa sebab yang
mongakibatkan terjadinya artikulasi yang kurang/tidak benar, yaitu :
Ø Cacat artikulasi alam : cacat artikulasi ini dialami oleh orang yang
berbicara gagap atau orang yang sulit mengucapkan salah satu konsonon, misalnya
‘r’, dan sebagainya.
Ø Artikulasi jelek ini bukan disebabkan karena cacat artikulasi, melainkan
terjadi sewaktu waktu. Hal ini sering terjadi pada pengucapan naskah/dialog.
Misalnya:
1. Kehormatan menjadi kormatan
2. Menyambung menjadi mengambung, dan sebagainya.
Artikulasi jelek disebabkan karena belum terbiasa pada dialog, pengucapan
terlalu cepat, gugup, dan sebagainya.
Ø Artikulasi tak tentu : hal ini terjadi karena pengucapan kata/dialog terlalu
cepat, seolah olah kata demi kata berdempetan tanpa adanya jarak sama sekali.
Untuk mendapatkan artikulasi yang baik maka kita harus melakukan latihan
– Mengucapkan alfabet dengan benar, perhatikan bentuk mulut pada setiap
pengucapan. Ucapkan setiap huruf dengan nada nada tinggi, rendah, sengau,
kecil, besar, dsb. Juga ucapkanlah dengan berbisik.
– Variasikan dengan pengucapan lambat, cepat, naik, turun, dsb
– Membaca kalimat dengan berbagai variasi seperti di atas. Perhatikan juga
bentuk mulut.
GESTIKULASI
Gestikulasi adalah suatu cara untuk memenggal kata dan memberi tekanan pada
kata atau kalimat pada sebuah dialog. Jadi seperti halnya artikulasi,
gestikulasi pun merupakan bagian dari dialog, hanya saja fungsinya yang
berbeda.
Gestikulasi tidak disebut pemenggalan kalimat karena dalam dialog satu kata
dengan satu kalimat kadang kadang memiliki arti yang sama. Misalnya kata “Pergi
!!!!” dengan kalimat “Angkat kaki dari sini !!!”. Juga dalam drama bisa saja
terjadi sebuah dialog yang berbentuk “Lalu ?” , “Kenapa ?” atau “Tidak !” dan
sebagainya. Karena itu diperlukan suatu ketrampilan dalam memenggal kata pada
sebuah dialog.
Gestikulasi harus dilakukan sebab kata kata yang pertama dengan kata berikutnya
dalam sebuah dialog dapat memiliki maksud yang berbeda. Misalnya: “Tuan
kelewatan. Pergi!”. Antara “Tuan kelewatan” dan “Pergi” harus dilakukan
pemenggalan karena antara keduanya memiliki maksud yang berbeda.
Hal ini dilakukan agar lebih lancar dalam memberikan tekanan pada kata.
Misalnya “Tuan kelewatan”……. (mendapat tekanan), “Pergi….” (mendapat tekanan).
INTONASI
Seandainya pada dialog yang kita ucapkan, kita tidak menggunakan intonasi, maka
akan terasa monoton, datar dan membosankan. Yang dimaksud intonasi di sini
adalah tekanan tekanan yang diberikan pada kata, bagian kata atau dialog. Dalam
tatanan intonasi, terdapat tiga macam, yaitu :
1. Tekanan Dinamik (keras lemah)
Ucapkanlah dialog pada naskah dengan melakukan penekanan penekanan pada setiap
kata yang memerlukan penekanan. Misainya saya pada kalimat “Saya membeli pensil
ini” Perhatikan bahwa setiap tekanan memiliki arti yang berbeda.
SAYA membeli pensil ini. (Saya, bukan orang lain)
Saya MEMBELI pensil ini. (Membeli, bukan, menjual)
Saya membeli PENSIL ini. (Pensil, bukan buku tulis)
1. Tekanan.Nada (tinggi)
Cobalah mengucapkan kalimat/dialog dengan memakai nada/aksen, artinya tidak
mengucapkan seperti biasanya. Yang dimaksud di sini adalah membaca/mengucapkan
dialog dengan Suara yang naik turun dan berubah ubah. Jadi yang dimaksud dengan
tekanan nada ialah tekanan tentang tinggi rendahnya suatu kata.
2. Tekanan Tempo
Tekanan tempo adalah memperlambat atau mempercepat pengucapan. Tekanan ini
sering dipergunakan untuk lebih mempertegas apa yang kita maksudkan. Untuk
latihannya cobalah membaca naskah dengan tempo yang berbeda beda. Lambat atau
cepat silih berganti.
WARNA SUARA
Hampir setiap orang memiliki warna suara yang berbeda. Demikian pula usia
sangat mempengaruhi warna suara. Misalnya saja seorang kakek, akan berbeda
warna suaranya dengan seorang anak muda. Seorang ibu akan berbeda warna
suaranya dengan anak gadisnya. Apalagi antara laki laki dengan perempuan, akan
sangat jelas perbedaan warna suaranya.
Jadi jelaslah bahwa untuk membawakan suatu dialog dengan baik, maka selain
harus memperhatikan artikulasi, gestikulasi dan intonasi, harus memperhatikan
juga warna suara. Sebagai latihan dapat dicoba merubah rubah warna suara dengan
menirukan warna suara seorang tua, pengemis, anak kecil, dsb.
Selain mengenai dasar dasar vokal di atas, dalam sebuah dialog diperlukan juga
adanya suatu penghayatan. Mengenai penghayatan ini akan diterangkan dalam
bagian tersendiri. Untuk latihan cobalah membaca naskah berikut ini dengan
menggunakan dasar dasar vokal seperti di atas.
(Si Dul masuk tergopoh
gopoh)
Dul : Aduh Pak….e…..e…..itu, Pak…. Anu…. Pak….a….a….ada orang bawa koper,
pakaiannya bagus. Saya takut, Pak, mungkin dia orang kota, Pak.
Paiman : Goblog ! Kenapa Takut ? Kenapa tidak kau kumpulkan orang-orangmu untuk
mengusirnya ?
Pak Gondo : (kepada Paiman) Kau lebih-lebih Goblog ! Kau membohongi saya ! Kau
tadi lapor apa ?! Sudah tidak ada orang kota yang masuk ke daerah kita, hei !
(sambil mencengkeram Paiman).
Paiman : Sungguh, Pak, sudah lama tidak ada orang kota yang masuk.
Pak Gondo : (membentak sambil mendorong) Diam Kamu !
(kepada si Dul) Di mana dia sekarang ?
Dul : Di sana Pak, mengintip orang mandi di kali sambil motret.
BAB III
GERAK
OLAH TUBUH
Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk mempelajari seluk beluk gerak, maka
terlebih dahulu kita harus mengenal tentang olah tubuh. Olah tubuh (bisa juga
dikatakan senam), sangat perlu dilakukan sebelum kita mengadakan latihan atau
pementasan. Dengan berolah tubuh kita akan, mendapat keadaaan atau kondisi
tubuh yang maksimal.
Selain itu olah tubuh juga mempunyai tujuan melatih atau melemaskan otot otot
kita supaya elastis, lentur, luwes dan supaya tidak ada bagian bagian tubuh
kita yang kaku selama latihan-latihan nanti.
Pelaksanaan olah tubuh :
1. Pertama sekali mari kita perhatikan dan rasakan dengan segenap panca indera
yana kita punyai, tentang segala rakhmat yang dianugerahkan kepada kita. Dengan
memakai rasa kita perhatikan seluruh tubuh kita, mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki, yang mana semuanya itu merupakan rakhmat Tuhan yarig diberikan
kepada kita.
2. Sekarang mari kita menggerakkan tubuh kita.
a. Jatuhkan kepala ke depan. Kemudian jatuhkan ke belakanq, ke kiri, ke kanan.
Ingat kepala/leher dalam keadaan lemas, seperti orang mengantuk.
b. Putar kepala pelan pelan dan rasakan lekukan lekukan di leher, mulai dari
muka. kemudian ke kiri, ke belakang dan ke kanan. Begitu seterusnya dan lakukan
berkali kali. Ingat, pelan pelan dan rasakan !
c. Putar bahu ke arah depan berkali kali, juga ke arah belakang. Pertama
satu-persatu terlebih dahulu, baru kemudian bahu kiri dan kanan diputar serentak.
d. Putar bahu kanan ke arah depan, sedangkan bahu kiri diputar ke arah
belakang. Demikian pula sebaliknya.
e. Rentangkan tangan kemudian putar pergelangan tangan, putar batas siku, putar
tangan keseluruhan. Lakukan berkali kali, pertama tangan kanan dahulu, kemudian
tangan kiri, baru bersama sama.
f. Putar pinggang ke kiri, depan, kanan, belakang. Juga sebaliknya.
g. Ambil posisi berdiri yang sempurna, lalu angkat kaki kanan dengan tumpuan
pada kaki kiri. Jaga jangan sampai jatuh. Kemudian putar pergelangan kaki
kanan, putar lutut kanan, putar seluruh kaki kanan. Kerjakan juga pada kaki
kiri sesuai dengan cara di atas.
h. Sebagai pembuka dan penutup olah tubuh ini, lakukan iari lari di tempat dan
meloncat loncat.
Macam Macam Gerak :
Setiap orang memerlukan gerak dalam hidupnya. Banyak gerak yang dapat dilakukan
manusia. Dalam latihan dasar teater, kita juga harus mengenal dengan baik
bermacam macam gerak Latihan latihan mengenai gerak ini harus diperhatikan
secara khusus oleh seseorang yang berkecimpung dalam bidang teater.
Pada dasarnya gerak
dapat dibaqi menjadi dua, yaitu :
1. Gerak teaterikal
Gerak teaterikal adalah gerak yang dipakai dalam teater, yaitu gerak yang lahir
dari keinginan bergerak yang sesuai dengan apa yang dituntut dalam naskah. Jadi
gerak teaterikal hanya tercipta pada waktu memainkan naskah drama.
2. Gerak non teaterikal
Gerak non teaterikal adalah gerak kita dalam kehidupan sehari hari.
Gerak yang dipakai dalam teater (gerak teaterikal) ada bermacam macam, secara
garis besar dapat kita bagi menjadi dua, yaitu gerak halus dan gerak kasar.
1. Gerak Halus
Gerak halus adalah gerak pada raut muka kita atau perubahan mimik, atau yanq
lebih dikenal lagi dengan ekspresi. Gerak ini timbul karena pengaruh dari
dalam/emosi, misalnya marah, sedih, gembira, dsb.
2. Gerak Kasar
Gerak kasar adalah gerak dari seluruh/sebagian anggota tubuh kita. Gerak ini
timbul karena adanya pengaruh baik dari luar maupun dari dalam. Gerak kasar
masih dapat dibagi menjadi empat bagian. yaitu :
1. Business, adalah gerak gerak kecil yang kita lakukan tanpa penuh kesadaran
Gerak ini kita lakukan secara spontan, tanpa terpikirkan (refleks). Misalnya :
– sewaktu kita sedang mendengar alunan musik, secara tak sadar kita menggerak
gerakkan tangan atau kaki mengikuti irama musik.
– sewaktu kita sedang belajar/membaca, kaki kita digigit nyamuk. Secara refleks
tangan kita akan memukul kaki yang tergigit nyamuk tanpa kehilangan konsentrasi
kita pada belajar.
2. Gestures, adalah gerak gerak besar yang kita lakukan. Gerak ini adalah gerak
yang kita lakukan secara sadar. Gerak yang terjadi setelah mendapat perintah
dari diri/otak kita Untuk melakukan sesuatu, misalnya saja menulis, mengambil
gelas, jongkok, dsb.
3. Movement, adalah gerak perpindahan tubuh dari tempat yang satu ke tempat
yang lain. Gerak ini tidak hanya terbatas pada berjalan saja, tetapi dapat juga
berupa berlari, bergulung gulung, melompat, dsb.
4. Guide, adalah cara berjalan. Cara berjalan disini bisa bermacam-macam. Cara
berjalan orang tua akan berbeda dengan cara berjalan seorang anak kecil,
berbeda pula dengan cara berjalan orang yang sedang mabuk, dsb.
Setiap gerakan yang kita lakukan harus mempunyai arti, motif dan dasar. Hal ini
harus benar-benar diperhatikan dan harus diyakini benar-benar oleh seorang pemain
apa maksud dan maknanya ia melakukan gerakan yang demikian itu.
Dalam latihan gerak, kita mengenal latihan “gerak-gerak dasar”. Latihan
mengenai gerak-gerak dasar ini kita bagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Gerak dasar bawah : posisinya dalam keadaan duduk bersila. Di sini kita
hanya boleh bergerak sebebasnya mulai dari tempat kita berpijak sampai pada
batas kepala kita.
b. Gerak dasar tengah : posisi kita saat ini dalam keadaan setengah berdiri. Di
sini kita diperbolehkan bergerak mulai dari bawah sampai diatas kepala.
c. Gerak dasar atas : di sini kita boleh bergerak sebebas-bebasnya tanpa ada
batas.
Dalam melakukan gerak-gerak dasar diatas kita dituntut untuk berimprovisasi /
menciptakan gerak-gerak yang bebas, indah dan artistik.
Latihan-latihan gerak yang lain :
1. Latihan cermin.
dua orang berdiri berhadap-hadapan satu sama lain. Salah seorang lalu membuat
gerakan dan yang lain menirukannya, persis seperti apa yang dilakukan temannya,
seolah-olah sedang berdiri didepan cermin. Latihan ini dilakukan bergantian.
2. Latihan gerak dan tatap mata.
sama dengan latihan cermin, hanya waktu berhadapan mata kedua orang tadi saling
tatap, seolah kedua pasang mata sudah saling mengerti apa yang akan digerakkan
nanti.
3. Latihan melenturkan tubuh.
seseorang berdiri dalam keadaan lemas. Kemudian seorang lagi membantu
mengangkat tangan temannya. Setelah sampai atas dijatuhkan. Dapat juga sebelum
dijatuhkan lengan / tangan tersebut diputar-putar terlebih dahulu.
4. Latihan gerak bersama.
suatu kelompok yang terdiri dari beberapa orang melakukan gerakan yang sama
seperti dilakukan oleh pemimpin kelompok tersebut, yang berdiri didepan mereka.
5. Latihan gerak mengalir.
suatu kelompok yang terdiri beberapa orang saling bergandengan tangan,
membentuk lingkaran. Kemudian salah seorang mulai melakukan gerakan (
menggerakkan tangan atau tubuh ) dan yang lain mengikuti gerakan tangan orang
yang menggandeng tangannya. Selama melakukan gerakan, tangan kita jangan sampai
terlepas dari tangan teman kita. Latihan ini dilakukan dengan memejamkan mata
dan konsentrasi, sehingga akan terbentuk gerakan yang artistik.
GERAK DAN VOKAL
Setelah kita berlatih tentang vokal dan gerak secara terpisah, maka sekarang
kita mencoba untuk memadukan antara vokal dan gerak. Banyak bentuk-bentuk latihan
yang dapat dilakukan, antara lain mengucapkan kalimat yang panjang sambil
berlari-lari, melompat, jongkok, bergulung-gulung, atau juga bisa dengan
memutar-mutar kepala, memutar-mutar tubuh, dan sebagainya.
Latihan ini berguna sekali bagi kita pada waktu acting. Tujuannya adalah agar
vokal dan gerak kita selalu serasi, agar gerak kita tidak terlalu banyak
berpengaruh pada vokal.
BAB IV
PENGGUNAAN PANCAINDERA DALAM TEATER
Manusia yang normal
dikaruniai Tuhan dengan lima panca indera secara utuh. Dalam kehidupan
sehari-hari kita selalu menggunakan panca indera kita tersebut, baik secara
bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Dalam teater kita juga harus menggunakan
indera kita dengan baik agar dapat memainkan suatu peran dengan baik pula.
Supaya alat-alat indera kita dapat bekerja semaksimal mungkin, tentu saja harus
dilatih. Hal ini sangat perlu dalam teater untuk membantu kita dalam membentuk
ekspresi. Bentuk-bentuk latihan yang dapat dilakukan, antara lain :
a. Mata
Duduk bersila sambil menatap suatu titik di dinding. Konsentrasi hanya pada
titik tersebut. Usahakan menatap titik tersebut tanpa berkedip, selama mungkin.
b. Telinga
Duduk bersila, pejamkan mata. Sementara itu seseorang mengetuk-ngetuk sesuatu
pada beberapa macam benda, dimana setiap benda memiliki nada / suara yang
berlainan. Hitunglah berapa kali ketukan pada benda yang sudah ditentukan.
Duduklah ditepi jalan yang ramai, sambil memejamkan mata. Cobalah untuk
mengenali suara apa saja yang masuk ke telinga, misalnya suara truk, bus,
sepeda motor, suara tawa seseorang diatas sepeda motor, suara sepatu diatas
trotoar,dsb.
c. Hidung
Duduk ditepi jalan sambil memejamkan mata, kemudian cobalah untuk mengenali bau
apa yang ada disekitar kita. Misalnya bau keringat orang yang lewat didepan
kita, bau parfum, asap knalpot, asap rokok, atau tanah yang baru disiram hujan,
dsb.
Ciumlah tangan, kaki, pakaian, dan jika bisa seluruh tubuh kita, rasakan dan
hayati benar-benar bagaimana baunya.
d. Kulit
Rabalah tangan, kaki, kepala dan seluruh tubuh kita, juga pakaian kita. Rasakan
dan kenalilah tubuh kita itu, cari perbedaan antara setiap tubuh.
Rabalah dinding, lantai, meja, atau benda-benda lain. Perhatikanlah bagaimana
rasanya, dingin atau panas. Juga sifatnya halus atau kasar dan coba juga
mengenali bentuknya. Lakukan latihan ini dengan mata terpejam.
e. Lidah
Rabalah dengan lidah bagaimana bentuk mulut kita, bagaimana bentuk gigi,
langit-langit, bibir, dsb.
Rasakan dengan menjilat, bagaimana rasa dari sebuah kancing baju, sapu tangan,
batang pensil, tangan yang berkeringat,dsb.
BAB V
KARAKTERISASI
Karakterisasi adalah suatu usaha untuk menampilkan karakter atau watak dari
tokoh yang diperankan. Tokoh-tokoh dalam drama, adalah orang-orang yang
berkarakter. Jadi seorang pemain drama yang baik harus bisa menampilkan
karakter dari tokoh yang diperankannya dengan tepat. Dengan demikian
penampilannya akan menjadi sempurna karena ia tidak hanya menjadi figur dari
seorang tokoh saja, melainkan juga memiliki watak dari tokoh tersebut.
Agar kita dapat memainkan tokoh yang berkarakter seperti yang dituntut naskah,
maka kita harus terlebih dahulu mengenal watak dari tokoh tersebut. Suatu
misal, kita dapat peran menjadi seorang pengemis. Nah, kita harus mengenal
secara lengkap bagaimana sifat-sifatnya, tingkah lakunya, dsb. Apakah dia
seorang yang licik, pemberani, atau pengecut, alim, ataukah hanya sekedar
kelakuan yang dibuat-buat.
Demikianlah, kita
menyadari bahwa untuk memerankan suatu tokoh, kita tidak hanya memerankan
jabatannya, tetapi juga wataknya. Misalnya :
Tokoh (A) … jabatan (lurah) … watak (licik, pura-pura, pengecut)
Tokoh (B) … jabatan (jongos) … watak (baik hati, ramah, jujur, mengalah)
Untuk melatih karakteristik dapat dipakai cara sebagai berikut :
• Dengan menirukan gerak-gerak dasar yang biasa dilakukan oleh pengemis, kakek,
anak kecil, pemabuk, orang buta, dsb. (yang dimaksud dengan gerak-gerak dasar
disini adalah cirri-ciri khas)
• Dua orang atau lebih, berdiri dan berkonsentrasi, kemudian salah satu memberi
perintah kepada temannya untuk bertindak / berlaku sebagai tokoh dari apa yang
diceritakan. Untuk membantu memberi suasana, dapat memakai musik pengiring.
Untuk memperdalam mengenai karakteristik, maka agaknya perlu juga kita
mempelajari observasi, ilusi, imajinasi dan emosi. Untuk itu marilah kita kenali
satu persatu.
OBSERVASI
Observasi adalah suatu metode untuk mempelajari / mengamati seorang tokoh.
Bagaimana tingkah lakunya, cara hidupnya, kebiasaannya, pergaulannya, cara
bicaranya, dsb. Setelah kita mengenal segala sesuatu tentang tokoh tersebut, kita
akan mengetahui wujud dari tokoh itu. Setelah itu baru kita menirukannya.
Dengan demikian kita akan menjadi tokoh yang kita ingini.
ILUSI
Ilusi adalah bayangan atas suatu peristiwa yang akan terjadi maupun yang telah
terjadi, baik yang dialami sendiri maupun yang tidak. Kejadian itu dapat berupa
pengalaman, hasil observasi, mimpi, apa yang dilihat, dirasakan, ataupun
angan-angan, kemungkinan-kemungkinan, ramalan, dsb.
Cara-cara melatihnya antara lain :
• Menyampaikan data-data tentang suatu kecelakaan, kebakaran, dsb.
• Bercerita tentang perjalanan keliling pulau Jawa, ketika dimarahi guru, dsb.
• Menyampaikan pendapat tentang lingkungan hidup, sopan santun dikampung, dsb.
• Menyampaikan keinginan untuk menjadi raja, polisi, dewa, burung, artis, dsb.
• Berangan-angan bahwa kelak akan terjadi perang antar planet, dsb.
IMAJINASI
Imajinasi adalah suatu cara untuk menganggap sesuatu yang tidak ada menjadi
seolah-olah ada. Kalau ilusi obyeknya adalah peristiwa, maka imajinasi obyeknya
benda atau sesuatu yang dibendakan. Tujuannya adalah agar kita tidak hanya
selalu menggantungkan diri pada benda-benda yang kongkrit. Juga diatas pentas,
penonton akan melihat bahwa apa yang ditampilkan tampak benar-benar terjadi
walaupun sesungguhnya tidak terlihat, benar-benar dialami sang pelaku.
Kemampuan untuk berimajinasi benar-benar diuji bilamana kita sedang memainkan
sebuah pantomim.
Sebagai contoh, dalam naskah OBSESI, terjadi dialog antara pemimpin koor dengan
roh suci. Roh suci disini hanya terdengar suaranya, tetapi pemain harus
menganggap bahwa roh suci benar-benar ada. Dalam contoh lain dapat kita lihat
pada sebuah naskah yang didalamnya terdapat sebuah dialog, sebagai berikut : “
Hei letnan, coba perhatikan perempuan berkaca mata gelap didepan toko itu.
Perhatikan topi dan tas hitam yang dipakainya. Rasa-rasanya aku pernah melihat
tas dan topi itu dipakai Nyonya Lisa beberapa saat sebelum terjadi pembunuhan”.
Yang dibicarakan tokoh diatas sebenarnya hanya khayalan saja. Perempuan berkaca
mata gelap, bertopi, dan bertas hitam tidak terlihat atau tidak tampak dalam
pentas.
Telah disebutkan bahwa obyek imajinasi adalah benda atau sesuatu yang
dibendakan, termasuk disini segala sifat dan keadaannya. Sebagai latihan dapat
dipakai cara-cara sebagai berikut :
• Sebutkan sebanyak mungkin benda-benda yang terlintas di otak kita. Jangan
sampai menyebutkan sebuah benda lebih dari satu kali.
• Sebutkan sebuah benda yang tidak ada disekitar kita kemudian bayangkan dan
sebutkan bentuk benda itu, ukurannya, sifatnya, keadaannya, warna, dsb.
• Menganggap atau memperlakukan sebuah benda lain dari yang sebenarnya.
Contohnya, menganggap sebuah batu adalah suatu barang yang sangat lucu, baik
itu bentuknya, letaknya, dsb. Sehingga dengan memandang batu tersebut kita jadi
tertawa terpingkal-pingkal.
• Menganggap sesuatu benda memiliki sifat yang berbeda-beda. Misalnya sebuah
pensil rasanya menjadi asin, pahit, manis kemudian berubah menjadi benda yang
panas, dingin, kasar, dsb.
EMOSI
Emosi dapat diartikan sebagai ungkapan perasaan. Emosi dapat berupa perasaan
sedih, marah, benci, bingung, gugup, dsb. Dalam drama, seorang pemain harus
dapat mengendalikan dan menguasai emosinya. Hal ini penting untuk memberikan
warna bagi tokoh yang diperankan dan untuk menunjang karakter tokoh tersebut.
Emosi juga sangat mempengaruhi tubuh, yaitu tingkah laku, roman muka
(ekspresi), pengucapan dialog, pernapasan, niat. Niat disini timbul setelah
emosi itu terjadi, misalnya setelah marah maka tinbul niat untuk memukul, dsb.
PENGHAYATAN
Penghayatan adalah mengamati serta mempelajari isi dari naskah untuk diterpakan
tubuh kita. Misalnya pada waktu kita berperan sebagai Pak Usman yang berprofesi
sebagai polisi, maka saat itu kita tidak lagi berperan sebagai diri kita
sendiri melainkan menjadi Pak Usman yang berprofesi sebagai polisi. Hal inilah
yang harus kita terapkan dengan baik jika kita akan memainkan sebuah naskah
drama.
Cara-cara yang dipergunakan dalam penghayatan adalah :
• Pelajari naskah secara keseluruhan, supaya dapat mengetahui apa yang
dikehendaki oleh naskah, problema apa yang ditonjolkan, serta apa titik tolak
dan inti dari naskah.
• Melakukan gerak serta dialog yang terdapat dalam naskah. Jadi disini kita
sudah mendapat gambaran tentang akting dari tokoh yang akan kita perankan.
• Sebagai latihan cobalah membaca sebuah naskah / dialog dengan diiringi musik
sebagai pembantu pemberi suasana. Hayati dulu musiknya baru mulailah membaca.
BAB VI
BLOCKING
Yang dimaksud dengan blocking adalah kedudukan tubuh pada saat diatas pentas.
Dalam permainan drama, blocking yang baik sangat diperlukan, oleh karena itu
pada waktu bermain kita harus selalu mengontrol tubuh kita agar tidak merusak
blocking. Yang dimaksud dengan blocking yang baik adalah blocking tersebut
harus seimbang, utuh, bervariasi dan memiliki titik pusat perhatian serta
wajar.
– Seimbang
Seimbang berarti kedudukan pemain, termasuk juga benda-benda yang ada diatas
panggung (setting) tidak mengelompok di satu tempat, sehingga mengakibatkan
adanya kesan berat sebelah. Jadi semua bagian panggung harus terwakili oleh
pemain atau benda-benda yang ada di panggung. Penjelasan lebih lanjut mengenai
keseimbangan panggung ini akan disampaikan pada bagian mengenai “Komposisi
Pentas “.
– Utuh
Utuh berarti blocking yang ditampilkan hendaknya merupakan suatu kesatuan. Semua
penempatan dan gerak yang harus dilakukan harus saling menunjang dan tidak
saling menutupi.
– Bervariasi
Bervariasi artinya bahwa kedudukan pemain tidak disuatu tempat saja, melainkan
membentuk komposisi-komposisi baru sehingga penonton tidak jenuh. Keadaan
seorang pemain jangan sama dengan kedudukan pemain lainnya. Misalnya sama-sama
berdiri, sama-sama jongkok, menghadap ke arah yang sama, dsb. Kecuali kalau
memang dikehendaki oleh naskah.
– Memiliki titik pusat
Memiliki titik pusat artinya setiap penampilan harus memiliki titik pusat
perhatian. Hal ini penting artinya untuk memperkuat peranan lakon dan
mempermudah penonton untuk melihat dimana sebenarnya titik pusat dari adegan
yang sedang berlangsung. Antara pemain juga jangan saling mengacau sehingga
akan mengaburkan dimana sebenarnya letak titik perhatian.
– Wajar
Wajar artinya setiap penempatan pemain ataupun benda-benda haruslah tampak
wajar, tidak dibuat-buat. Disamping itu setiap penempatan juga harus memiliki
motivasi dan harus beralasan.
Dalam drama kontemporer kadang-kadang naskah tidak menuntut blocking yang
sempurna, bahkan kadang-kadang juga sutradara atau naskah itu sendiri sama
sekali meninggalkan prinsip-prinsip blocking. Ada juga naskah yang menuntut
adanya gerak-gerak yang seragam diantara para pemainnya.
KOMPOSISI PENTAS
Komposis pentas adalah pembagian pentas menurut bagian-bagian yang tertentu.
Komposisi pentas ini dibuat untuk membantu blocking, dimana setiap bagian
pentas mempunyai arti tersendiri. Berikut ini adalah skema komposisi pentas.
PENONTON
Kadar kekuatan pentas dapat dilihat pada urutan nomornya. Bagian depan lebih
kuat daripada bagian belakang. Bagian kanan lebih kuat daripada bagian kiri.
Oleh karena itu jangan menempatkan diri atau benda yang kadar kekuatannya
tinggi pada bagian yang kuat. Carilah tempat-tempat yang sesuai agar blocking
kelihatan seimbang. Walaupun demikian harus tetap dalam batas-batas yang wajar,
jangan terlalu dibuat-buat.
BAB VII
NASKAH
Setelah kita mengenal berbagai macam dasar yang diperlukan untuk bermain drama,
akhirnya sampailah kita pada naskah. Naskah disini diartikan sebagai bentuk
tertulis dari suatu drama. Sebuah naskah walaupun telah dimainkan berkali-kali,
dalam bentuk yang berbeda-beda, naskah tersebut tidak akan berubah mutunya.
Sebaliknya sebuah atau beberapa drama yang dipentaskan berdasarkan naskah yang
sama dapat berbeda mutunya. Hal ini tergantung pada penggarapan dan situasi,
kondisi, serta tempat dimana dimainkan naskah tersebut.
Sebuah naskah yang baik harus memiliki tema, pemain / lakon dan plot atau
rangka cerita.
1. Tema
Tema adalah rumusan inti sari cerita yang dipergunakan dalam menentukan arah
dan tujuan cerita. Dari tema inilah kemudian ditentukan lakon-lakonnya.
2. Lakon
Dalam cerita drama lakon merupakan unsur yang paling aktif yang menjadi
penggerak cerita.oleh karena itu seorang
lakon haruslah memiliki karakter, agar dapat berfungsi sebagai penggerak cerita
yang baik. Disamping itu dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi sang
lakon. Biasanya ada 3 dimensi yang ditentukan yaitu :
3. Dimensi fisiologi ; ciri-ciri badani
usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, cirri-ciri muka,dll.
Dimensi sosiologi ; latar belakang kemasyarakatan status sosial, pendidikan,
pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama,
hobby, dll.
Dimensi psikologis ; latar belakang kejiwaan temperamen, mentalitas, sifat,
sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian dalam bidang tertentu,
kecakapan, dll.
Apabila kita mengabaikan salah satu saja dari ketiga dimensi diatas, maka lakon
yang akan kita perankan akan menjadi tokoh yang kaku, timpang, bahkan cenderung
menjadi tokoh yang mati.
1. Plot
Plot adalah alur atau kerangka cerita. Plot adalah suatu keseluruhan peristiwa
didalam naskah. Secara garis besar, plot drama dapat dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu :
Pemaparan (eksposisi)
Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan atau eksposisi.
Pada bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan segala situasi dari para
pelakunya. Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga penonton dapat
meraba dari mana cerita ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar
cerita.
Dialog
Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para lakon harus berbicara dan apa yang
diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat kecerdasannya,
pendidikannya, dsb. Dialog berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan
perihal tokoh, menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.
Komplikasi awal atau konflik awal
Kalau pada bagian pertama tadi situasi cerita masih dalam keadaan seimbang maka
pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau komplikasi. Konflik
merupakan kekuatan penggerak drama.
Klimaks dan krisis
Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak plot dalam
adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks.
Penyelesaian (denouement)
Drama terdiri dari sekian adegan, dimana didalamnya terdapat krisis-krisis yang
memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar dibagian akhir selanjutnya
diikuti adegan penyelesaian.
Sumber: UKM Teater Mimpi Institut Sains Terapan dan Teknologi Surabaya (iSTTS)
Dilema Pembelajaran
Apresiasi Seni di Sekolah
Membincangkan soal apresiasi seni di sekolah, di kalangan guru-guru, selalu
menarik. Artinya, dari situ, sejumlah dilema bisa dicermati. Ambillah salah
satu contoh kasus, apresiasi seni drama, misalnya, yang masih dianaktirikan
guru (baca: guru bahasa dan sastra Indonesia). Seolah-olah drama itu hanya
milik anak teater semata. Mengapa? Ada apa dengan pembelajaran apresiasi drama
di sekolah?
DALAM pertemuan guru-guru misalnya, jarang dibicarakan masalah pembelajaran
apresiasi drama, apakah pembelajaran apresiasi drama berhasil atau tidak. Jika
pembicaraan kebetulan masalah sastra, diskusinya masih berkutat di seputar
apresiasi puisi, dongeng, cerpen, dan novel. Itu pun kalau yang hadir kebetulan
guru yang menaruh minat dalam pembelajaran sastra.
Tampaknya guru di sekolah menengah lebih banyak berkutat di bidang kebahasaan
daripada sastra. Lebih menyedihkan lagi, akibat belum matangnya konsep
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBP) di Depdiknas (Pusat), guru-guru lebih
banyak berdebat tentang format administrasi perpisahan mengajar yang tidak
begitu banyak memberi substansi dalam proses pembelajaran bahasa maupun sastra.
Informasi dari pusat pun terus berubah berkaitan dengan KBK itu. Mungkin
perubahan itulah yang akan “kekal” (?).
Khusus untuk mata pelajaran sastra di era-KBK pada Jurusan Ilmu Bahasa (IPB),
hingga kini belum disediakan/diturunkan Standar Kompetensinya. Padahal menurut
Struktur Kurikulum Program Studi Bahasa, dialokasikan waktu untuk mata
pelajaran Sastra Indonesia sebanyak empat jam pelajaran setiap semester. Karena
Standar Kompetensinya belum ada, pastilah pada SMA yang membuka Program Studi
Bahasa, gurunya mengalami kesulitan. Di samping itu, di kalangan SDM
guru-sastra yang belum memadai dapat dipastikan pembelajaran sastra akan
mengalami hambatan. Guru sastra sekurang-kurangnya mau menjadikan dirinya
penikmat karya sastra yang aktif — idealnya kreatif. Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) sastra pun belum ada.
Mata pelajaran sastra masih menjadi momok beberapa guru bahasa dan sastra
Indonesia. Bahkan, ada guru menolak untuk ditugaskan memegang mata pelajaran
sastra. Mengapa sampai menolak? Dapat dipastikan guru yang bersangkutan kurang
berminat atau malas membaca buku sastra. Kalau hanya kurang menguasai materi —
sepanjang ada niat, masih bisa diatasi dengan menekuni atau mempelajari materi
lewat membaca buku-buku sastra dan aktif mengikuti diskusi-diskusi sastra.
Terlepas dari beberapa hambatan terutama dari sisi kurikulum, sebagai guru mata
pelajaran sastra, penulis tetap berupaya sebatas kemampuan yang ada. Bagi
penulis, berdasarkan pengalaman, mata pelajaran sastra tetap menekankan kepada
apresiasi tanpa mengabaikan sisi keilmuannya. Khusus pada apresiasi drama,
penulis mengalami hambatan yang tidak ringan, mungkin pula halini dialami guru
sastra yang lain. Adanya buku yang berisi naskah drama belum menjadi jaminan
anak akan dapat mengapresiasi drama, beda dengan pembelajaran apresiasi karya
sastra yang lain.
Bukan Jaminan
Seperti diketahui, materi apresiasi drama adalah bagian dari materi
pembelajaran sastra pada kurikulum yang mana pun — termasuk KBK. Kalau guru
mata pelajaran bahasa dan sastra bukan seorang pegiat drama atau teater,
termasuk penulis, hampir dapat dipastikan pembelajaran apresiasi drama akan
menemukan banyak kesulitan. Apakah guru sendiri kurang menguasai bagaimana
muridnya? Tanpa usaha sungguh-sungguh, pembelajaran apresiasi drama pastilah
tidak akan berhasil. Tersedianya naskah drama, bukan jaminan pula akan
berhasil.
Pembelajaran apresiasi drama bukan bermaksud menjadikan anak menjadi seorang
dramawan seperti WS Rendra atau Putu Wijaya. Kalau nantinya ada yang menjadi
seorang dramawan, itu merupakan nilai tambah. Pada pembelajaran apresiasi drama
di sekolah, anak diharapkan dapat menikmati karya drama itu. Walau sebatas
seorang penikmat drama, ternyata juga tidak mudah dicapai seperti halnya
menikmati karya sastra yang lain, misalnya cerpen, novel, atau puisi. Terhadap
karya sastra tersebut, dengan membaca bersungguh-sungguh dan memperoleh
kenikmatan batin kemudian mendiskusikannya untuk menemukan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, boleh dibilang cukup untuk penikmat pemula — para
murid.
Selaku guru, penulis merasa gagal mengajak anak mengapresiasi karya atau naskah
drama karena dirasakan sebagai beban. Akhirnya, sebagai seorang guru, penulis
harus mencari upaya — semacam terobosan — agar kegagalan itu tidak terus
berulang. Akhirnya, seorang anak yang kebetulan pegiat drama atau teater dan
punya prestasi, penulis manfaatkan untuk membawakan drama monolog. Dalam
kondisi ini, guru telah memanfaatkan manusia sebagai media pembelajaran.
Menurut Prof. Dr. Azhar Arsyad, MA (2003), model ini disebut “Media Berbasis
Manusia”.
Apa yang terjadi dengan media berbasis manusia itu? Ternyata siswa dalam satu
kelas dan penulis selaku guru, juga kepala sekolah, merasakan kepuasan secara
batin menyaksikan model pembelajaran dengan menggunakan manusia sebagai media.
Anak-anak lain di luar kelas pun berkerumun menonton suguhan drama walau tanpa
latar dan kostum itu. Anak-anak lain (di luar kelas) juga tertarik model
pembelajaran seperti itu.
Anak yang menonton dari luar kelas seolah ingin juga memperoleh pembelajaran seperti
itu. Hangatnya diskusi sehabis adegan drama itu tentulah sebagai indikator
bahwa anak telah dapat menikmati nilai-nilai yang terkandung dalam drama
monolog itu walau dalam kemampuan yang terbatas. Media berbasis manusia ini
telah dapat mengubah sikap para siswa untuk senang menikmati karya sastra
berupa drama. Jadi, drama bukanlah milik orang-orang teater saja.
Paling Ampuh
Media pembelajaran sastra yang paling ampuh adalah manusia. Berbeda dengan yang
lain, apalagi pembelajaran yang berorientasi keilmuan, bisa dengan lembar
peraga. Karena pembelajaran sastra berbasis kepada pembentukan karakter manusia
yang pada akhirnya bermuara kepada perilaku, maka sepantasnyalah guru sastra
pada saat tertentu mengundang sastrawan, dramawan, tukang cerita, atau dalang
ke dalam kelas. Siswa perlu diajak berkomunikasi dengan sumber “asli”-nya.
Sekarang guru bukan serba tahu lagi.
Sangatlah sempit wawasannya kalau guru sastra hanya mempersiapkan siswa untuk
dapat menjawab tes ujian akhir semata, tetapi kurang peka terhadap persoalan
kemanusiaan, termasuk sisi pembentukan karakter. Apa artinya pembelajaran
sastra yang nilai ujiannya tinggi namun belum dapat membentuk karakter manusia
yang berbudaya? Bukankah “orang berbudaya membaca sastra” — sebagaimana
dikatakan orang-orang bijak?
Sesungguhnya, pembelajaran sastra seirama dengan pemahaman materi nilai-nilai
trikaya parisuda dalam pendidikan agama (Hindu) — membentuk pola pikir positif,
menggunakan bahasa yang baik (indah), dan bagaimana berperilaku dalam
keseharian._____________________
1. Penciptaan Karya
Teater
Merupakan Laboratorium penciptaan yang berupaya menyerap tema, wacana dan
kondisi aktual yang kemudian diuji coba, dikritik dan diolah ke dalam proses
artistik penciptaan karya teater melalui proses studi dan eksperimentasi.
Target penciptaan karya ini berlangsung minimal 1 (satu) tahun yang
menghasilkan 1 (satu) karya artistik yang dipublikasikan ke masyarakat
sekaligus uji publik. Proses penciptaan ini menjadi ujung tombak dalam
aktualisasi mutu dan kualitas artistik LAB Teater Syahid.
Sejak tahun 2005 hingga 2008 tengah dilakukan proses penciptaan karya
“Kubangan” dengan semangat dan pendekatan eksperimentai. “Kubangan,” pernah
dipentaskan pada Forum Festival Teater Mahasiswa Nasional III, September 2005,
di Yogjakarta dan mendapat penghargaan sebagai Karya terbaik II dan Katergori
Sutradara Terbaik I. Selanjutnya “Kubangan” kembali dipentaskan awal 2007
bekerjasama dengan Yayasan Kelola, Bentara Budaya Jakarta, dan Centre Culturel
Francis (CCF) Bandung. Lalu Bulan Juni 2007, “Kubangan” manggung di Balai
Pemuda Surabaya atas undangan Panitia Festival Seni Surabaya (FSS) 2007. Tahun
ini, Kubangan masih tetap dieksplorasi sampai November 2008 dalam rangka
pementasan keliling Sumatra.
2. One Man Show
Merupakan ruang studi keaktoran para aktor LAB yang diselenggarakan secara
rutin setiap tahun oleh LAB teater syahid yang bertujuan untuk meningkatkan
potensi individu para aktor LAB sebagai kreator, memperluas jaringan Stake
holder (penonton) teater dan membangun disiplin kerja-kerja kelompok kecil
dalam LAB.
• Program Sosial
Pendampingan Korban Kekerasan
Merupakan Program penguatan Korban berupa pelatihan teater yang dilakukan LAB
Teater Syahid yang bertujuan mencari ruang alternatif bagi para korban (saat
ini baru para korban Mei 98) untuk dapat menjaga intensitas perjuangan mereka
dalam mengekspresikan tuntutannya. Media teater yang berfungsi sebagai ruang
rekreasi dapat membantu para korban untuk mampu membaca ulang dari apa yang
telah dilakukan selama sepuluh tahun terakhir dalam memperjuangkan keadilan
kepada negara dan masyarakat. Selebihnya, dari proses membaca ulang dan
pengendapan melalui metode latihan teater, para korban dapat lebih memiliki
daya kritis, semangat kerja dan sikap percaya diri dalam mengungkapkan pendapat
dalam kehidupan bermasyarakat.
• Pelatihan Teater Sekolah
Merupakan Program Pelatihan Rutin Teater untuk pemula/remaja. Program ini
dimaksudkan sebagai proses pembelajaran teater sejak dini yang sangat membantu
pada pertumbuhan karakter dan pencerdasan mental. Para Intruktur yang ditunjuk
dari pekerja kreatif LAB Teater syahid mendapat pembekalan materi melalui
pengalaman produksi pertunjukan, workshop-workshop intensif dan sharing metode
yang dilakukan atas inisiatif pengurus LAB Teater Syahid.
Adapun metode, sistem dan tehnik yang digunakan dalam praktek pengajaran/
pelatihan disesuaikan dengan psykologi pertumbuhan siswa/peserta.
Adapun target pelatihan, antara lain;
1. Peserta memiliki keberanian dan semangat untuk berekspresi depan umum
2. Peserta memiliki keterampilan berdialog dengan baik dan jelas
3. Peserta dapat mengutarakan pikiran dan perasaannya secara spontan
4. Peserta memiliki kebiasaan menulis dalam bentuk catatan harian,cerpen,puisi
dll
5. Peserta memiliki keterampilan berbahasa tubuh yang baik
6. Peserta dapat saling bekerjasama dalam team work
7. Peserta dapat mengapresiasi karya-karya seni
8. Peserta dapat menumbuhkan rasa percaya diri, toleransi, dan saling
menghargai
• Sunday Theatre
Merupakan program pelatihan teater LAB Teater Syahid khusus pemula teater/
siswa SMU sederajat yang diadakan setiap hari minggu dengan durasi 6
(enam)/pertemuan untuk setiap materi. Melalui program ini lab teater syahid
berupaya memperkenalkan disiplin teater dikalangan siswa, sekaligus membaca minat
mereka terhadap teater. Program pengajaran/pelatihan teater ini bertujuan;
1. Meningkatkan apresiasi penonton pertunjukan teater di kalangan remaja
2. Membuka jaringan LAB Teater Syahid dengan lembaga sekolah
3. Mensosialisasikan disiplin ilmu teater pada remaja
4. Membaca minat remaja terhadap teater
• Majalah Mini AIUEO
Merupakan program sosialisasi dan publikasi karya. Program ini di wujudkan
dalam bentuk Majalah yang diberi nama A I U E O. Diterbitkan tiga bulan sekali
dengan rubrik-rubrik seputar dunia teater yang dikemas secara ringan.
Diharapkan dapat menarik minat remaja terhadap kajian teater, yang bertujuan;
1. Membuka ruang komunikasi antar lab teater syahid dan masyarakat umum.
2. Sebagai media informasi dan publikasi karya lab teater syahid
3. Meningkatkan apresiaisi remaja terhadap kajian teater
Majalah mini ini juga memuat berita seputar kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan LAB Teater Syahid, yang ditujukan untuk masyarakat, sekaligus
menjadi forum dialog antara LAB Teater Syahid dan publik penikmat untuk
melakukan pertukaran ide bagi proses kerja dan pengembangan penciptaan karya
teater.
Program Penyerta
1. Perpustakaan Teater
Merupakan program LAB Teater Syahid yang berkonsentrasi pada pengumpulan
bahan-bahan dokumentasi teater untuk menunjang proses penciptaan teater di
lapangan, yang meliputi; buku-buku, Makalah-makalah, kliping koran seputar;
teater, kesenian dan isu-isu kebudayaan, video pertunjukan, poster dan booklet
pertunjukan. Saat ini bahan-bahan dokumentasi yang masih tertutup untuk umum
dan terbatas itu tengah menggalakan pengumpulannya dengan target waktu hingga
tahun 2010.
2. Diskusi Trans Teater
Para pekerja LAB Teater Syahid berupaya memperluas cakrawala pengetahuan bagi
pengembangan potensi kreatifnya. Untuk itu, program diskusi rutin yang menyoal
teater dari pelbagai disiplin keilmuan dan isu-isu sosial budaya, ini bertujuan
;
1. Menambah dan mengembangkan wacana keilmuan di luar bidang teater sebagai
penguat kualitas karya teater
2. Mencari relasi antara teater sebagai ilmu dengan ilmu pengetahuan lainnya
3. Menjalin dan mengembangkan jaringan kerja teater dengan para ahli,
intelektual dan cendikiawan setiap bidang.
Adapun Program Diskusi yang sudah berjalan;
• Seri Diskusi Seni (Teater) di mata para Filosof, 2008
• Diskusi Perasaan, pikiran dan tubuh masyarakat Global dari kacamata Psykologi
dan Neurologi, 2008
• Reading Course buku Sejarah Panggung Teater Dunia, 2007
• Diskusi seputar tema Kubangan ; a. tubuh getar, neurologi dan perilaku
sosial, b. krisis individu krisis dunia moderen, c. arkeologi tubuh, d. ruang
personal dan ruang sosial, 2006
• Diskusi Seputar Tokoh-Tokoh Teater Indonesia Modern, 2001
• Diskusi Teater dan Komunalisme, bersama Radhar Panca Dahana
• dan Remy Silado, 2000
• Diskusi Dinamika Teater Kampus bersama Beny Yohanes, Tomy F.Awuy 1999
3. Susur Pe(n)dalaman
Merupakan program penelitian dan observasi atas kepentingan yang menjadi tema
proses penciptaan, yang berupa; penelusuran kepustakaan dan riset lapangan.
Program ini dilakukan dalam rangka mengelola unsur-unsur kekayaan tradisi
lokal, lalu mensintesiskanya dengan berbagai kecenderungan kreatif baru dalam
dunia teater. Dengan ini diharapkan agar proses-proses kreatif teater tidak
terjebak pada determinasi tokoh, aliran, dan mainstream bentuk penciptan yang
sudah mapan.
Adapun program yang telah berjalan adalan penelitian dan observasi Masyarakat
Baduy Dalam. Program ini dimaksudkan untuk membuat perbandingan antara realitas
lapangan dengan data-data tertulis yang bertujuan mendapatkan inspirasi bentuk,
setelah sebelumnya dikonsepsikan melalui diskusi dan sharing antara pemain,
penulis naskah, peneliti dan sutradara. Bagaimana gambaran konkrit atau
kontruksi bentuk tubuh Masyarakat Baduy Dalam yang masih murni, primitif dan
tradisional. bagaimana pola, sistem, dan cara hidup dan kehidupan mereka.
• Workshop Teater
Merupakan program yang dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas dasar pekerja
teater. Program Workshop ini diperuntukkan bagi anggota (komunitas) LAB Teater
Syahid yang dilaksanakan secara berkala agar hasil-hasilnya dapat diukur dan
dikembangkan lebih lanjut untuk pemerkuatan kemampuan para pekerja teater dan
mereka yang berkomitmen pada teater sebagai salah satu medium aktualisasi diri.
Adapun program workshop yang telah kami selenggarakan antara lain;
1. Workshop Penyutradaraan bersama Dindon WS 1997
2. Workshop Musik Teater bersama Embie C.Noer, Keaktoran bersama Aspar
Paturisi, Manajemen produksi bersama Ratna Riantiarno dalam rangka Temu Karya
3. Pengelola Seni Budaya Kampus IAIN dan STAIN se-Indonesia 1998
4. Workshop Intensif bersama Agus Mahesa BTR, 1999
5. Workshop Intensif The Art of Acting oleh Eka D. Sitorus, Sukabumi 2000
6. Workshop Silat Bangau Putih bersama Jumadi, 2002-2003
7. Workshop Tata Lampu bersama Jose Rizal Manua 2004
8. Workshop Bedah Naskah bersama Artur S.Nalan, Penyutradaraan bersama Putu
Wijaya dan Yudiaryani, Tata Artistik bersama Saeful Anwar, Manajemen Panggung
bersama Sari Madjid dan Manajemen Produksi bersama Kusworo Bayu Aji)
bekerjasama dengan Komunitas Teater Kampus (KOTEKA) 1 s/d 7 Februari 2006
9. Workshop Tari bersama Jefriadi Usman Juni 2006
10. Workshop Tari bersama Dedi Luthan 2006
11. Workshop Yoga bersama Brahma Kumaris September 2006
Poetry Reading melalui Latihan Dasar Teater
Teknik Pembelajaran Membacakan Puisi Bergaya Poetry Reading
Melalui Latihan Dasar Teater*
Dalam membacakan puisi, dikenal dengan tiga gaya, yaitu gaya potery reading,
gaya deklamatoris, dan gaya teaterikal. Teknik pembelajaran membacakan puisi
yang akan diuraikan adalah teknik membacakan puisi dengan gaya poetry reading.
Teknik pembelajaran membacakan puisi ini dilakukan secara berkesinambungan.
Teknik ini dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan struktural dan
metafisika. Keduanya merupakan perpaduan yang diperlukan dalam membacakan
puisi. Kedua pendekatan ini dipalikasikan dalam bentuk latihan-latihan dasar
yang akrab dalam kehidupan berteater.
Adapun teknik
pembelajaran membacakan puisi terpapar sebagai berikut.
I. Pendekatan Struktual
Sebelum melakukan pendekatan ini, siswa diharuskan untuk mencari puisi yang
akan dibacakan. Siswa boleh memilih satu puisi dari berbagai macam sumber.
a. Membaca berulang-ulang
Tahap ini merupakan tahap mengenali bentuk puisi. Dengan membaca
berulang-ulang, akan diketahui bentuk puisi berikut makna yang hendak
disampaikan penyair. Tipografi puisi dapat digali hingga menemukan maksud
penyair.
b. Memberinya jeda
Setelah memahami bentuknya, berilah tanda jeda agar memperoleh rima yang enak
didengar saat membacakan puisi nanti. Tanda jeda (/) diletakkan di antara kata
yang hendak dipisah pelafalannya. Harapanya, dengan pemberian tanda jeda, dapat
mempermudah untuk menyampaikan isi dari puisi kepada pendengar (penonton).
Dengan pemenggalan tanda yang tepat, setidaknya makna yang disampaikan lebih
baik.
c. Mencari alur
Setiap karya sastra yang baik, tentu memiliki alur cerita yang ditandai dengan
puncak alur sebagai konflik. Dalam puisi, penulis melihat adanya puncak konflik
itu. Dengan menemukan alur, puisi dapat dibacakan secara tepat. Pembaca puisi
harus bisa membedakan suara ketika sedang membacakan bait-bait yang merupakan
penciptaan konflik, konflik, hingga penyelesaian konflik. Dengan demikian,
siswa akan mengetahui bait-bait mana yang harus dibcakan secara maksimal.
d. Memahami makna secara
insentif
Setelah melakukan tahapan di atas, tahapan terakhir adalah tahapan yang
memerlukan waktu cukup lama untuk menafsirkan kembali makna puisi. Penafsiran
ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Proses perenungan banyak terjadi di
sini. Tidak cukup 10-20 menit untuk mencari “nyawa” dari puisi yang dipilih,
melainkan bisa memakan waktu 2-3 hari. Pada awal tahap ini harus dilakukan
secara serius, kemudian boleh dilakukan di sela-sela aktivitas sehari-hari,
misal sambil makan.
II. Pendekatan Latihan
Dasar Teater
a. Pemanasan
Latihan pemahasan diperlukan untuk membuat kondisi tubuh yang lelah menjadi
bugar. Senam pemanasan ini bisa dimulai dengan
1. gerakan kepala; menoleh kanan kiri, atas bawah, dan berputa
2. senam mimik: ekspresi menangis, tertawa, melongo, sinis, kejam, dll,
3. gerakan tangan: membentuk huruf S, lengan dibuka dan ditutup, dll
4. gerakan kaki; diangkat ke depan, ke kanan, ke kiri, dll. bergantian dari
kaki kanan dan kiri
5. ditutup dengan berlari-lari kecil.
Senam ini dapat dikreatifitaskan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki
fasilitator, dalam hal ini guru.
b. Olah napas
Dalam pernapasan, dikenal pernapasan dada dan perut. Kedua jenis pernapasan ini
harus dipadukan untuk memperoleh kualitas vokal dan penghayatan yang memerlukan
perpaduan lagi dengan detak jantung dan imajinasi.
1. Siswa diminta untuk mengambil napas kecil, kemudian mengeluarkannya
2. Setelah dirasa cukup, siswa diminta untuk menarik napas dan menyimpannya
dalam dada, kemudian mengeluarkannya dengan pelan-pelan
3. Siswa diminta mengambil napas dengan 3hitungan, diminta menahannya dengan 3
hitungan, dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan dengan hitungan 3 juga
(Melakukan pernapasan segitiga)
4. Latihan berikutnya ditingkatkan menjadi 5 hitungan, 7 hitungan, 9 hitungan,
dan semampunya.
5. Setelah dirasa cukup, siswa diminta melakukan proses nomor 2-4 dengan
menyimpannya di perut.
6. Siswa diminta mengambil napas terengah-engah dengan berbagai posisi, misal
dengan posisi terlentang atau berdiri
7. (langsung dilanjutkan olah vokal)
c. Olah vokal
1. Kemudian siswa diminta berbisik dengan mengucapakan beberapa larik puisi.
2. Setelah itu, diminta berteriak hingga artikulasi dan intonasinya tepat dan
terdengar dalam jarak sesuai
dengan ukuran proporsional. Misal aula, suara siswa harus terdengar hingga di
sust belakang aula.
3. Siswa kemudian diminta untuk menilai satuan suara (desible) milik temannya
ketika berbisik maupun berteriak dengan dua pilihan, yaitu sama atau berbeda
desible-nya. Setiap siswa berpasangan dan melakukannya secara bergiliran
4. Setelah mengetahui kapasitas desible temannya, setiap siswa diwajibkan untuk
dapat mengetahui berapa keras, lantang, dan lembut suaranya agar terdengar
sesuai dengan kapasitas proporsi ruang (jika dilakukan dalam ruangan)
5. Siswa diminta untuk mengucapkan beberapa larik dalam bait-bait puisi di
dalam ruang dan di luar ruang.
Latihan olah napas dapat
melibatkan kelompok silat olah pernapasan. Sedangkan latihan vokal dapat
melibatkan kelompok paduan suara yang lebih memahami tentang olah vokal yang
baik. Paling tidak, teknik dan materinya tidak menyimpang jauh dan usefull.
d. Konsentrasi
Pada tahap ini, konsentrasi merupakan salah satu latihan dasar dalam membacakan
puisi. Hal ini akan sangat bermanfaat ketika performansi nantinya. Membacakan
puisi bukan membaca puisi untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain.
Jadi proses membacakan puisi dilakukan di hadapan orang lain. Untuk itulah,
dibutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk mengatasi segala rangsangan yang bisa
mengganggu proses pembacaan puisi.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan latihan dasar konsentrasi adalah
1. siswa diminta untuk menanggalakn semua aksesori yang mengikat di tubuh,
seperti arloji, gelang, dll. Upayakan mereka juga mengendurkan ikat pinggang.
Jika mereka memakai sepatu, sebaiknya dilepas berikut kaos kakinya.
2. semua siswa diminta untuk mencari posisi yang sangat rileks. Hal ini
dilakukan agar aliran darah yang mengalir dari jantung berjalan sangat lancar
dan membuat tubuh bugar. Siswa diperbolehkan untuk duduk hingga merebahkan
diri. Namun siswa harus diingatkan agar jangan sampai tertidur karena terbawa
oleh hawa. Konsentrasi bukan mengosongkan pikiran, tetapi memusatkan perhatian
pada satu titik. Pikiran jangan sampai kosong sebab akan sangat rawan dimasuki
oleh “roh ghaib”, terlebih dilakukan di tempat yang rawan.
3. ajaklah siswa untuk memejam mata agar lebih mudah melakukan konsentrasi
4. siswa diajak untuk memusatkan pikiran dengan cara mendengarkan suara-suara
yang paling jauh
5. jika dirasa bahwa siswa sudah dapat memusatkan pikiran pada pikiran yang
jauh, siswa diajak untuk mencari dan memusatkan pikiran dengan mendengarkan
suara-suara yang jauh dengan cara mengidentifikasi bunyi dan mengakrabinya
6. setelah itu, siswa diajak untuk mencari dan memusatkan perhatian pada
suara-suara yang dekat dengan mereka. Biarkan mereka mengidentifikasinya dan
mengakrabinya
7. setelah dirasa cukup, ajaklah siswa untuk mencari, mendengarkan, dan
memusatkan perhatian pada suara yang sangat dekat, yaitu detak jantungnya.
Biarkan mereka berkonsentrasi pada detak jantungnya. Ajaklah mereka untuk
benar-benar merasakan detak jantungnya mulai dari gejala berdenyut, berdenyut
hingga efek yang ditinggalkan setelah denyut itu selesai dan menuju ke denyut
selanjutnya. Biarkan mereka mengakrabinya Usahakan agar aliran darah mengalir
dengan lancar. Jika ada salah satu bagian tubuh, misalnya siku atau lutut,
ditekuk, maka akan menyebabkan aliran darah tidak lancar dan menyebabkan kejang
(Jawa: keram)
8. (langsung dilanjutkan latihan imajinasi)
e. Imajinasi
(Penghayatan)
1. memberikan kesadaran bahwa denyut jantung sesungguhnya memompa darah ke
seluruh tubuh.
2. memberikan kesadaran bahwa dengan mengendalikan detak jantung yang dipadukan
dengan napas mampu membawa pada suasana yang diinginkan
3. mengajak siswa berkonsentrasi pada area kepala dengan fokus mata. Bahwa mata
yang dimiliki memiliki potensi untuk melirik, melotot, terpejam, dll. Siswa
diajak berimajinasi tentang apa yang terjadi di dalam puisi yang telah dipilih.
Siswa diminta agar berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan bola
mata yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi.
4. setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk berkonsentrasi pada mulut. Sama
dengan mata, mulut juga memiliki potensi untuk bisa maksimal. Mulut bisa untuk
melongo, menguap, tertutup, dll. Siswa diajak berimajinasi tentang apa yang
terjadi di dalam puisi yang telah dipilih. Siswa diminta agar berimajinasi
terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan bibir yang maksimal dalam
berekspresi nanti ketika membaca puisi. Bibir memiliki potensi yang maksimal
jika diolah dengan baik.
5. setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk memadukannya dengan gerak wajah
(mimik). Siswa diminta berkonsentrasi pada bentuk mimik. Siswa diminta agar
berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana bentuk mimik yang maksimal
dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Mimik memiliki potensi yang
maksimal jika diolah dengan baik.
6. setelah dirasa cukup, siswa diajak untuk memadukannya dengan gerak kepala.
Siswa diminta berkonsentrasi pada gerakan kepala. Siswa diminta agar
berimajinasi terhadap puisi tersebut. Bagaimana gerakan kepala yang maksimal
dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Kepala memiliki potensi yang
maksimal jika diolah dengan baik.
7. Siswa kembali diminta untuk berkonsentrasi pada bagian tengah dari tubuh,
khusnya bagian atas punggung (Jawa: pundak). Bagaimana gerakan punggung yang
maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi. Punggung memiliki
potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
8. Siswa diajak berkonsentrasi dan berimajinasi pada bagian tangan. Siswa
diminta untuk tetap berimajinasi pada puisi yang telah dipilih. Bagaimana
gerakan punggung yang maksimal dalam berekspresi nanti ketika membaca puisi.
Tangan memiliki potensi yang maksimal jika diolah dengan baik.
9. (langsung dilanjutkan dengan latihan ekpsresi)
f. Ekspresi
1. jika dirasa cukup, siswa diminta untuk membayangkan jika seandainya mereka
benar-benar menyaksikan peristiwa tersebut bahkan mengalaminya sendiri
2. upayakan agar mereka bisa “lepas” dalam menghayati. Biarkan mereka menangis
bahkan tertawa. Usahakan agar tidak mengeluarkan kata-kata terlebih dulu.
3. biarkan siswa larut dan mengekspresikannya dengan larik-larik dalam puisi
yang diingat
4. jika siswa sudah lepas, minta mereka perlahan-lahan mengendalikan ekspresi
itu
5. jika siswa sudah bisa mengendalikan, siswa diminta untuk mengambil nafas
pelan-pelan kemudian mengeluarkannya. Lakukan secukupnya.
6. jika siswa dalam kondisi yang tenang, siswa diminta untuk menggerakkan
jari-jemari tangan dengan pelan-pelan dan merasakannya dari kondisi sebelum
digerakkan, bergerak, hingga sudah digerakkan. Siswa diminta untuk merasakan
angin yang melewati tangan.
7. lakukan proses yang sama dengan jari-jemari kaki
8. setelah dirasa cukup, semua siswa diminta untuk membuka mata perlahan-lahan
dan menyadari bahwa tubuhnya masih terdapat di tempat yang menjadi latihan
tadi, misalnya aula, tempat parkir, kelas, dll.
9. untuk mengekspresikan semua kepenatan yang ada dalam jiwa, dalam hitungan
ketiga, semua siswa diminta untuk mengambil napas dan mengeluarkannya dengan
teriakan “hah”.
Setelah melakukan teknik
latihan di atas, semua siswa dminta untuk membacakan puisi di depan siswa yang
lain. Beberapa catatan yang perlu diingat adalah
1. membaca puisi berbeda dengan membacakan puisi. Membacakan puisi dilakukan
untuk orang lain. Jadi, makna yang terdapat dalam bentuk puisi disampaikan
semaksimal mungkin agar isi puisi bisa “sampai” di penonton.
2. seseorang yang membacakan puisi harus benar-benar memahami makna yang
terkandung dalam puisi tersebut atau dengan istilah menemukan nyawa puisi. Jika
ada orang yang membacakan puisi tanpa memahami makna puisi tersebut, maka tidak
ada bedanya dengan orang gila yang sedang kesumat.
3. penghayatan dan ekspresi harus total, namun emosi tetap terkontrol. Jika
ekspresinya dilepas begitu saja, maka emosi tidak terkontrol dan proses
pembacaan puisi akan terganggu karena pembaca puisi asyik dengan emosinya
sendiri. Akibatnya isi puisi tidak sampai pada penonton.
4. intonasi dan artikulasi dalam membacakan puisi harus dilatih lebih intensif.
Karena dua hal inilah yang menjadi faktor utama dalam mengantarkan kata-kata
untuk menyampaikan makna dari penyair menuju ke penonton melalui transkata dari
pembaca puisi
5. dalam membacakan puisi, dapat memakai metode ATM (Amati, Tiru, dan
Modifikasi). Namun pada akhirnya nanti, setiap siswa harus memiliki
karakteristik sendiri dalam membacakan puisi, atau lazim dikenal dengan istilah
be your self.
6. rambu-rambu guru: 1) makna harus bisa ditemukan sendiri oleh pembaca. Kalau
pun tidak memahami, guru sebaiknya jangan mendikte bahwa larik tertentu harus
dibaca seperti ini. Biarkan siswa menemukan makna dan mengungkapnya sesuai
dengan selera. Di Akhir, guru diperkenankan memberikan apresiasi terhadap ciri
khas pembacaan puisi dari siswa, dan 2) diupayakan agar siswa dapat menemukan sendiri
bait-bait mana yang merupakan konflik dan mungkin harus dibaca lebih tajam.
Guru jangan mendikte cara membaca bait-bait tertentu. Hal ini berakibat bahwa
siswa kadang kurang nyaman dalam membaca karena memenuhi selera (apresiasi
guru)
7. semoga sukses
________________________________________
[*] Disusun oleh Didin Widyartono, S.S, S.Pd.
mahasiswa pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia UM
PRAKTIK BERMAIN DRAMA
Setelah kita mempelajari tentang teknik penulisan naskah drama satu babak, tiba
saatnya kita mempelajari teknik bermain drama. Target pembelajarannya adalah
siswa secara berkelompok (9 orang per kelompok) mampu mementaskan naskah drama
satu babak untuk durasi pementasan 15-25 menit.
Sebelum sampai pada penggarapan naskah untuk pementasan, terlebih dahulu perlu
kita kenal beberapa fungsi atau peran dalam pementasan. Pada dasarnya kerja
pementasan adalah kerja kelompok atau tim. Tim terbagi menjadi dua, yaitu tim
penyelenggara dan tim pementasan. Yang dimaksud tim penyelenggara pementasan
adalah orang-orang yang bekerja untuk melaksanakaan “acara” pementasan. Tim
penyelenggara meliputi ketua panitia (pimpinan produksi), sekretasis,
bendahara, sie dana, sie publikasi, sie perlengkapan, sie dokumentasi, si
konsumsi, dam masih banyak lagi. Tim ini berperan dalam “menjual” karya seni
(drama). Sukses tidaknya acara pementasan (dengan indikasi jumlah penonton yang
banyak, keuntungan finansial minimal balik modal, apresiasi penonton,
soundsistem, lighting yang bagus) bergantung pada tim ini.
Tim kedua adalah tim pementasan. Yang dimaksud tim pementasan adalah sekelompok
orang yang bertugas menyajikan karya seni (drama) untuk ditonton. Tim
pementasan terdiri dari sutradara, penulis naskah, tim artistik, tim tata rias,
tim kostum, tim lighting, dan aktor. Sebenarnya tim pementasan ini terbagi
menjadi dua kelompok yaitu tim on stage (di atas panggung) atau aktor, dan tim
behind stage (belakang panggung). Kedua tim ini memiliki peran yang sama dalam
mensukseskan pertunjukan/pementasan.
Pertama-tama kita bahas dulu tim pementasan beserta tugas dan kewenangannya.
Sutradara. Seperti kita ketahui bersama, sutradara adalah pimpinan pementasan.
Ia bertugas melakukan casting (memilih pemain sesuai peran dalam naskah),
mengatur akting para aktor, dan mengatur kru lain dalam mendukung pementasan.
Pada dasarnya seorang sutradara berkuasa mutlak sekaligus bertanggung jawab
mutlak atas pementasan.
Penulis Naskah. Sebenarnya ketika sebuah naskah dipilih untuk dipentaskan,
penulis naskah sudah “mati”. Artinya, ia tidak memiliki hak lagi untuk mengatur
visualisasi atas naskahnya. Tanggung jawab visualisasi ada pada sutradara.
Biasanya, dalam perencanaan akting, seorang penulis naskah hanya diminta
sebagai komentator.
Penata Panggung. Tugas utama penata panggung adalah mewujudkan latar (setting
panggung) seperti yang diinginkan oleh sutradara. Biasanya sutradara akan
berdiskusi dengan penata panggung untuk mewujudkan setting panggung yang
mendukung cerita.
Penata Cahaya. Tugas utama penata cahaya adalah merencanakan sekaligus memainkan
pencahayaan pada saat pementasan sehingga pencahayaan mendukung penciptaan
latar suasana panggung. Jelas bahwa penata caha perlu berkoordinasi dengan
penata panggung. Seorang penata cahaya harus memiliki pengetahuan memadai dalam
hal mixer cahaya.
Penata Rias dan Busana. Tugas utama penata rias dan busana adalah mewujudkan
rias dan kostum para aktor sesuai dengan karakter tokoh yang dituntut oleh
sutradara. Biasanya, penata rias dan busana berkoordinasi erat dengan
sutradara.
Penata Suara. Tugas utama penata suara adalah mewujudkan sound effect yang
mendukung pementasan. Bersama dengan penata busana, penata panggung, dan penata
cahaya, penata suara menciptakan latar yang mendukung pementasan. Jelas bahwa
prasyarat untuk menjadi penata suara adalah memiliki kemampuan mengelola
soundsistem dan soundeffect.
Aktor. Tugas utama aktor adalah memerankan tokoh yang ditugaskan kepadanya oleh
sutradara.
UNTUK TIM PENYELENGGARA…… besok yaa!!
sumber :
https://manhijismd.wordpress.com/2010/01/21/metode-latihan-teater-sebuah-studi-terapan/
Baca Juga:
https://www.tambangilmu.com/2016/06/5-tahap-latihan-dasar-teater.html
http://walpaperhd99.blogspot.com/2015/08/teknik-latihan-teater-teknik-olah-tubuh.html
http://repository.ut.ac.id/4760/1/PBIN4214-M1.pdf